Fahrenheit 451 by Ray Bradbury

Fahrenheit 451

Penulis: Ray Bradbury
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tebal: XII + 236 halaman
Genre: Dystopia - fiksi ilmiah
Target: Adult (17 tahun ke atas)
Score: Almost Yummy!

Kalimat pertama Fahrenheit 451

: Membakar merupakan sebuah kesenangan.

Tentu saja sebagai pembaca buku-buku klasik, Fahrenheit 451 adalah salah satu buku yang menjadi incaranku.

Namun sayangnya, entah karena aku berharap terlalu tinggi pada buku ini, atau mungkin karena terjemahannya kurang bagus, atau mungkin juga karena cerita di naskah aslinya sendiri memang seperti itu, dan lagi aku membandingkan dengan buku dystopia klasik lainnya: 1984, Animal Farm, maka jadilah ketika menemukan ceritanya ... Seperti itu, aku agak sedikit kecewa.

Yap, agak sedikit kecewa.

Jangan salah ya, Fahrenheit 451 ini buku bagus. Apa yang dimuatnya juga bagus. Cara bercerita penulisnya juga cukup oke--buktinya aku tidak butuh waktu lama untuk membaca buku ini. Tapi plotnya dan penokohannya ... Harusnya bisa lebih baik daripada ini. Dan endingnya ... Gah! Kalau buku ini ada sekuelnya pasti aku kagak bakal gregetan setengah mati!! :))

"Apa kau keberatan kalau aku bertanya? Sudah berapa lama kau bekerja sebagai petugas pemadam kebakaran?"
"Sejak umur dua puluh, sepuluh tahun yang lalu."
"Apa kau pernah membaca salah satu buku yang kau bakar?"
Ia tertawa. "Itu melanggar hukum!"

Ah ya. Bagi yang belum tahu buku ini tentang apa, Fahrenheit 451 ini tentang kisah seorang pemadam kebakaran (atau tepatnya, fireman) bernama Guy Montag. Dan seperti yang sudah kalian duga dari quote di atas, para pemadam kebakaran di semesta novel ini alih-alih memadamkan api, tugas mereka justru membakar! Dan mereka membakar benda yang sangat spesifik: buku-buku!

Yoyoi, Fahrenheit 451 adalah buku yang memuat mimpi buruk para pecinta buku.

Kalian mungkin penasaran, kenapa pemadam kebakaran justru menyulut api dan bukannya memadamkannya? Apa di masa Guy Montag tidak ada yang namanya kebakaran? Jawabannya, tidak. Kenapa demikian? Karena teknologi di zaman itu sudah cukup canggih sehingga kebakaran tidak memungkinkan.

Lalu kalian akan bertanya lagi, kenapa buku yang dibakar? Kenapa buku dilarang beredar? Jawabannya sudah kita ketahui semua. Apalagi di nyaris semua kisah dystopia, buku selalu jadi musuh pemerintah. Dan jawaban itu memang tampaknya menjadi salah satu alasan utama kenapa masih ada pemadam kebakaran. Rakyat tidak boleh berpikir. Rakyat tidak boleh berimajinasi. Dengan begitu pikiran mereka bisa mudah disetir.

Tapi yang tidak aku habis pikir--atau akunya saja yang tidak memahaminya, kenapa pemerintah melakukan hal itu? [spoiler!] Kenapa perlu menyetir publik? Padahal di kala itu perang sedang berkecamuk. Rasanya agak ... aneh bila penduduk dibikin merasa aman dan bukannya membuat rakyat ikut serta dalam perjuangan negara.

Dan sayangnya, alasan pemerintah tak pernah dikatakan. Atau mungkin penulis menyiratkannya, tapi aku tak begitu berhasil menangkap maksudnya.[spoiler end!]

"Kenapa kau tertawa?"
"Entahlah." Ia tertawa lagi lalu berhenti. "Kenapa?"
"Kau tertawa padahal aku tidak sedang melucu dan kau menjawab pertanyaanku begitu saja. Kau bahkan tidak memikirkan dahulu maksud dari pertanyaanku."

Ketika Guy bertemu dengan seorang gadis yang ... berbeda, dunia yang diyakininya jadi sedikit goyah. Dan dia ... katakanlah mulai penasaran dengan buku-buku. Jadilah ketika dia mendapatkan tugas membakar rumah seorang pecinta buku, bukannya membakar SELURUH buku, dia diam-diam membakar sebagian besar dan mengambil sebagian kecil untuk dibawanya
pulang!

Apa yang selanjutnya terjadi? Kalian pasti sudah punya gambaran.

Fahrenheit 451 bukanlah karya yang sempurna. Dan meski aku sedikit kecewa karena buku ini bisa dipoles lebih baik lagi, tak bisa dipungkiri bahwa buku ini buku yang bagus sekali dan pantas menyandang gelar sebagai novel modern klasik. Idenya yang tak biasa, yang memfokuskan diri pada buku, membalik pekerjaan pemadam kebakaran dan tanpa menggunakan istilah baru untuk hal itu (tetap disebut fireman, dan masih relevan!), bisa dibilang original. Rasa dystopianya juga terasa, meski world buildingnya bisa dibilang masih kurang. Pacenya terlalu cepat sehingga selain Guy Montag, nyaris tak ada karakter yang berkesan. Malah, sebenarnya Guy Montag sendiri tak meninggalkan kesan berarti selain bahwa dirinya tokoh utama. Sebab sifatnya sendiri membuatnya gampang dilupakan begitu saja.

Jadi kesimpulannya, kalian mesti membaca buku ini. Terutama bagi kalian yang, ssperti aku, cinta sekali pada buku. Dan kalau dirasa terjemahan buku ini kurang gitu enak dibatja ... Maka, tak ada salahnya berburu bukunya yang berbahasa asli ;)

P. S. Thanks to kak Ayuwind yang sudah sangat membantuku untuk bisa memiliki buku ini :')

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
http://feedmebook.blogspot.com/2016/02/master-post-tantangan-membaca-seveneves.html
Kategori: Nomor 4 #3 - Buku dari penulis baru

Oogh my books
Kategori: Stand Alone

| | |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!