Botchan by Natsume Soseki

Kalimat pertama Botchan

Sejak aku kecil, kecerobohan alamiku selalu memberiku masalah.

Sececap Botchan

semenjak kecil, kecerobohan dan temperamennya yang cepat panas, membuat Botchan tidak pernah jauh-jauh dari masalah.

Ibunya tidak punya kesabaran menghadapi anak bungsunya tersebut, dan pada akhirnya menyerah. Ayahnya ... Mungkin karena dia aneh dia lebih kuat dan tahan dengan ... Apa yang dimiliki Botchan dibanding istrinya. Sementara Botchan dan abangnya, bagai anjing dan kucing, tak pernah akur. Bagi Botchan, abangnya yang suka belajar tekun demi agar bisa menjadi pebisnis terlalu “lembut”.

Tapi meski Botchan begitu, dan, errm, kurang pintar, Kiyo sangat menyayanginya. Kiyo adalah ... Katakanlah asisten rumah tangga keluarganya Botchan. Botchan pun heran dengan sikap Kiyo. Seluruh dunia membentjinya, kenapa Kiyo tidak?

Kata Kiyo, karena sebenarnya Botchan itu anak berhati baik. Botchan adalah anak yang jujur.


Atau tepatnya terlalu jujur. Jujur yang ekstrim. Berkat sikapnya yang suka berterus-terang, serta ketidaksukaannya pada kepura-puraannya ... yah, sama seperti kecerobohannya, menyeretnya kepada masalah.

Lalu kemudian, Botchan mendapat pekerjaan sebagai guru. Di sebuah sekolah di daerah yang cukup terpentjil. Sebuah sekolah dan daerah yang benar-benar menguji fisik dan mentalnya.

Citarasa Botchan

Sebelum lebih jauh, aku ingin kalian tahu bahwa Botchan bukanlah nama tokoh utama dalam buku ini. Sejak awal hingga akhir ia tak pernah menyebut namanya. Sementara Botchan itu berarti tuan muda. Dan yang menggunakan panggilan tersebut hanyalah Kiyo.

Buku ini ... Bisa dibilang penuh dengan amarah, dan rasa frustasi, tokoh utama kita, si Aku aka si Botchan, pada dunia sekitarnya yang penuh kelicikan, tipu muslihat, ketidakjujuran, dan basa-basi. Saat masih tinggal di Tokyo bersama keluarganya, dia masih bisa tahan meski sering mendapat tatapan ... Yang kurang menyenangkan. Mungkin itu karena saat di Tokyo dia mendapatkan kasih sayang dari Kiyo, juga semangat yang tak pernah ada putusnya dari wanita tua tersebut, yang bahkan mungkin telah menganggap Botchan seperti anaknya sendiri. Tapi ketika di desa kecil di antah-berantah, dan dia tak bisa mengajak Kiyo, ... Dia seolah tak memiliki privasi. Kemana dia pergi, makan apa dia hari ini, semua orang tahu. Dan itu semua kadang dijadikan lelucon!

Botchan pengen hengkang dari tempat itu. Tapi karena egonya yang tak ingin dikalahkan, ditambah dengan dia membutuhkan uang gajinya (semarah-marahnya kita pada dunia, uang tetap-lah menjadi salah satu kebutuhan yang tak'kan terelakkan), jadi dia tetap bertahan.
Sebenarnya kemarahan Botchan itu terkesan lutju. Dia marah untuk hal sepele. Dia juga marah karena jauh di dalam dirinya tampaknya dia itu rendah diri. Dan benar apa yang dikatakan Kiyo, meski Botchan itu kasar dan suka marah-marah, dia itu hatinya baik. Bukan hanya karena dia itu jujur dan bentji kemunafikan, tapi karena dia itu lugu sekali.

Iya, dia itu lugu. Saking lugunya jadi ya cukup mudah ... Dipengaruhi.

Bagi sebagian orang, Botchan terasa membotchankan :)) setjara tak ada konflik yang pasti, plotnya datar-datar saja, tak ada twist yang berarti di ending, dan bisa juga dibilang bahwa kisahnya ini tidak memiliki inti selain bahwa kisah ini adalah sebagian kisah dari Botchan. Belum lagi ditambah dengan porsi narasinya yang lebih banyak dibanding dialognya. Tapi aku tidak mengalaminya. Aku menikmati membatja Botchan. Aku tak terserang botchan saat membolak-balik halamannya. Dan bagiku, narasinya menarik. Suara Botchan sangat terasa di tiap untaian kalimatnya. Kemarahan, kebencian, ketidakberdayaan, frustasi, rasa ingin disayang, rasa rendah diri, tak mau kalah ... semuanya sangat terasa. Narasinya terasa hidup. Seolah-olah Botchan sedang bertjerita langsung padaku.

Secara keseluruhan, Botchan karya yang bagus. Terkesan agak aneh karena seolah tak memiliki fokus sementara sebenarnya fokus dari tjerita adalah si narator sendiri. Yang pemarah dan suka buat onar tapi baik. Yang jago sekali baku hantam tapi haus akan kasih sayang—yang tak pernah diakuinya sama sekali, tapi tindakannya menyiratkannya.

Dari awal, Botchan tak pernah mengakui bahwa dia haus oleh kasih sayang. Tidak heran sebenarnya mengingat ibunya mengabaikannya, ayahnya memandangnya tak berguna, abangnya tak pernah cocok dengannya. Ditambah lagi egonya tinggi. Butuh pergi ke antah-berantah dahulu baginya untuk menyadarinya. Dia menjadi guru pun karena dia merasa tak bisa melakukan apa-apa, dan karena tjara kerja dunia yang mana uang merupakan benda berharga. Tapi itu semua pada akhirnya sama sekali tak menghadirkan rasa tenang. Tempat terdamai dan tertenang adalah berada di sekitar orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita. Meskipun itu hanya satu orang saja.

Botchan
Penulis: Natsume Soseki
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 2010 (cetakan keempat)
Tebal: 224 halaman
Genre: Klasik - Realistic Fiction - Sastra Jepang
Score: Almost - Delicious!
Target: Adult (17 tahun ke atas!)

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::

Kategori: What's in A Name #1

https://perpuskecil.wordpress.com/2015/01/15/lucky-no-15-reading-challenge/
Kategori: Something New #2


0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!