Rise of Nine by Pittacus Lore

Rise of Nine

Penulis: Pittacus Lore
Penerbit: Mizan Fantasi
Tebal: 402 halaman
Seri: The Lorien Legacies #3
Genre: Fiksi ilmiah - Fantasi - Supernatural - Action - Suspense
Stew score: Yummy! (4 of 5 bintang)
Target: Teen (14 tahun ke atas!)

Sececap Rise of Nine

Setelah peperangan dahsyat melawan mogadorian, Six, Marina, Ella dan Crayton memutuskan untuk meninggalkan Spanyol. Six dan Crayton sempat berbeda pendapat mengenai tujuan. Six ingin kembali ke Amerika, menemui John (Four) dan Sam, sementara Crayton ingin pergi ke India, mencari tahu apakah rumor yang beredar di sana, bahwa di sana ada remaja berkekuatan supernatural, yang kemungkinan adalah seorang Garde (makhluk asli [planet] Lorien yang punya kekuatan supernatural), benar atau hanya bohongan. Dan kalau benar, nomor berapa dia: Five, Eight, atau Nine?


Tidak ada adu debat. Mereka pergi ke India. Sebab hari pertemuan antara Six dan Four terbilang masih cukup lama.

Sementara itu, di belahan Bumi lainnya, Four dan Nine (Six dan teman-teman barunya tidak tahu soal Nine ini) yang baru selamat dari pertempuran di salah satu benteng mogadorian, istirahat sejenak, memulihkan stamina dan diri dari luka-luka yang mereka derita. Four masih mendapatkan mimpi buruk, atau yang dipercayainya sebagai visi, bertemu dengan Setrakus Ra, pemimpin tertinggi mogadorian.

Bagi yang belum tahu, atau bagi yang lupa, garde yang bisa berkomunikasi dengan Setrakus Ra adalah garde yang di dalam tubuhnya bersemayam Pittacus Lore, tetua tertinggi dan terkuat Lorien. Satu-satunya sosok yang katanya sanggup mengalahkan Setrakus Ra.

Apakah itu menandakan kalau Four adalah Pittacus Lore?

Sayangnya, Four bukan satu-satunya garde yang bermimpi bertemu pimpinan mogadorian itu. Ada dua garde lain yang memimpikan hal yang sama.

Setelah serentetan kejadian dari pertempuran, perpisahan, bertahan dari ganasnya alam, ditangkap oleh agen pemerintah (ya, agen pemerintah!), hingga berleha-leha sejenak di salah satu gedung tertinggi di dunia, rombongan Four dan rombongan Marina akhirnya bertemu. Dan dalam rombongan itu bertambah satu garde lagi—dugaan Crayton benar soal rumour [literal, bukan nama panggung seorang penyanyi] yang didengarnya. Tapi berkumpulnya mereka bukan untuk saling bertukar cerita atau kangen, melainkan untuk menghadapi Setrakus Ra!

Ya, setelah berputar-putar keliling dunia, akhirnya para garde menghadapi pertempuran langsung melawan Setrakus Ra!

Setrakus Ra melawan gerombolan remaja berkekuatan supernatural dari Lorien. Kira-kira kekuatan seperti apa yang dimilikinya hingga di bawah pimpinannya Lorien bisa jatuh? Lalu, heroic-kah para remaja Lorien yang main keroyok makhluk yang udah uzur seperti itu?

Citarasa Rise of Nine

Ada yang unik dari serial The Lorien Legacies ini. Masih ingat berapa jumlah halaman I Am Number Four, buku pertama dalam installment ini? Yak, hampir 500 halaman. Lalu, coba ingat-ingat lagi, berapa jumlah halaman The Power of Six? Yup, hampir 450 halaman. Sekarang lihat jumlah halaman Rise of Nine ini. Hanya 402 halaman saja. Inilah keunikan yang aku maksud: semakin hari jumlah halamannya semakin sedikit.

cover Rise of Nine edisi Penguin
Sebenarnya hal itu tidak-lah terlalu krusial. Maksudku, jumlah halaman tergantung penata letaknya. Paragrafnya mau dibikin seperti apa. Fontnya mau pakai apa dan berapa ukurannya. Lalu jarak antara satu paragraf dengan paragraf lainnya. Tapi tetap saja jumlah halaman yang makin menyusut ini membuatku bertanya-tanya, mungkinkah penulisnya kehabisan ide? Atau buku yang harusnya jadi satu dipecah jadi dua dengan tujuan tertentu?

Dari sisi emosional, juga sebenarnya semakin ke sini semakin berkurang. Buku pertama sempat nyaris membuatku berkaca-kaca di adegannya yang mengharukan. Buku kedua, masih lumayan. Rise of Nine juga punya adegan yang berpotensi bikin sedih tapi bagiku... Terasa datar dan biasa saja dan membuatku bergumam, "Urgh, dia melakukannya lagi."

Mungkin Rise of Nine juga ikut-ikutan trend novel YA dystopia yang akhir-akhir ini cuman menjual aksi yang seru saja.

Dibanding dua prekuelnya, terjemahan kali ini cukup mengecewakan. Entah benar atau tidak, tampaknya pengerjaannya sangat terburu-buru—atau mungkin dari sononya [asli ditulis penulis] memang sudah berantakan? Kemudian, kadang satu kalimat kekurangan kata dan/atau imbuhan, kadang malah kelebihan kata.

Dari sisi cerita, ceritanya agak sedikit aneh. Apalagi tindakan salah satu garde yang membuang teman setianya. Maksudku, okelah, bila garde itu membuang temannya itu demi alasan keamanannya. Tapi mereka sudah kenal berapa lama sih? Dan berapa kali pertempuran dihadapi oleh teman setia garde itu dan membuatnya nyaris kehilangan nyawa? Lalu tiba-tiba saja disuruh pergi begitu saja. Kesannya itu seolah teman setia itu hanya dimanfaatkan saja demi kepentingan pribadi.

Masuk mengenai rumour (sekali lagi, ini bukan nama panggung seorang penyanyi). Menurut rumour yang diketahui Crayton, remaja berkekuatan super di India ini tak pernah menutupi keberadaannya. Nah, dari sini kemudian timbul asumsi bahwa dia sangat kuat sekali. Dengan dia tak bersembunyi, otomatis dia jadi sasaran empuk mogadorian. Tapi hingga Crayton dan rombongannya menemukannya, dia dalam keadaan baik-baik saja. Pada awal kemunculannya, aku percaya asumsi betapa kuatnya garde itu benar adanya. Apalagi dia punya kemampuan yang, sumpah, bikin iri banget! Tapi makin ke belakang... Mungkin beberapa orang bakal tidak menyukainya.

Banyak orang, yang telah membaca dua buku prekuelnya, penasaran dan sering mempertanyakan, "Dengan kemampuan yang super, atau yang kemudian disebut Pusaka, seperti itu (telekinesis, mengendalikan cuaca, menghilang, bicara dengan hewan, anti api, menyembuhkan luka, teleportasi) ditambah lagi peralatan canggih berkekuatan supernatural, yang oleh para remaja bernomor disebut sebagai Warisan, (bisa menyembuhkan luka, bisa melihat masa depan, bisa mengenyangkan perut dan mengusir dahaga) kenapa bangsa Lorien bisa kalah dari bangsa mogadorian? Kenapa planet Lorien jatuh dan mengirim 9 "duta"-nya, lari dan bersembunyi dari kejaran mogadorian dari planet Mogadore, di Bumi?"

Jawabannya ada di Rise of Nine ini. Dan ya, aku akui sangat masuk akal.

Rise of Nine menggunakan tiga POV: Four aka John, Six, dan Marina aka Seven. Dan aku suka sekali dengan keputusan penerbit Mizan yang tidak mengubah ciri khas dari penerbit aslinya, yakni tiap pov ditulis dengan font berbeda-beda. Cuman font untuk John dan Marina bisa dikatakan nyaris mirip. Bahkan ada bagian John yang ditulis dengan menggunakan font yang seharusnya digunakan untuk Marina.

Secara keseluruhan, Rise of Nine masih cukup pantas menyandang gelar sebagai buku sekuel yang pantas untuk ditunggu. Aksi serunya mungkin agak terkesan berantakan, tapi justru itulah yang membuat kebetulan-kebetulannya terasa tak dibuat-buat. Tidak seperti kebetulan-kebetulan di Insurgent karya Veronica Roth yang terasa sekali settingannya--yang kemudian jatuhnya kayak sinetron. Meski Rise of Nine ini kalah pamor dibanding dua buku prekuelnya, terutama di mataku sebagai penggemar serial Lorien Legacies, buku ini tetap menghibur. Apalagi bagi mereka yang suka kisah yang "bergerak cepat" dan sejak bab-bab awal ingin disuguhi adegan yang diisi banyak aksi.

P.S. Thanks pada Ryana as Roro yang menghadiahkan buku ini sebagai kado ulang tahun :')

Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| | | | | read big |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!