The Knife of Never Letting Go by Patrick Ness

The Knife of Never Letting Go

Penulis: Patrick Ness
Penerbit: Walker
Tebal: XII + 484 halaman
Series: The Chaos Walking #1
Genre: Science fiction - Dystopia - Supernatural - Adventure - Suspence/thriller - British Literature
Stew score: Delicious
Target: Teen (13 tahun ke atas)

Sececap The Knife of Never Letting Go

Todd Hewitt adalah bocah terakhir di Prentisstown. Semua bocah di kota itu sudah menjadi laki-laki dewasa. Dan tinggal satu bulan lagi sebelum Todd bergabung dengan mereka.

Untuk kalian ketahui, Prentisstown tidaklah seperti kota pada umumnya. Di Prentisstown tiap penduduknya, yang laki-laki semua (wanita telah lama punah, begitulah yang diketahui oleh Todd), bisa saling membaca pikiran satu sama lain.

Merasa itu sebuah berkah?

Bayangkan satu ember yang sudah penuh tapi masih terus-menerus diisi air. Lalu bayangkan ember itu adalah kepalamu. Selain berisi pikiranmu, akan terus-terusan terisi pikiran orang lain (dalam bentuk kata dan dalam bentuk gambaran), baik kamu mau menerimanya atau tidak. Setiap hari. Setiap siang. Setiap malam. Saat kamu tertidur. Saat kamu makan. Setiap jam. Setiap menit. Setiap detik. Kepalamu akan terus terisi penuh informasi.

Tak ada yang namanya sepi.

Tak ada yang namanya hening.

Tak ada yang namanya privasi.

Tak ada lagi hal yang bisa disembunyikan.

Tak ada lagi rahasia.

Noise. Begitulah mereka menyebut informasi berlebih yang menyerbu kepala mereka.

Hingga...

Ketika Todd dan Manchee, anjingnya [di tempat tinggal Todd, hewan-hewan bisa bicara], berjalan-jalan di rawa di luar Prentisstown, mereka secara tak sengaja menemukan suatu titik hening. Di mana tak terdengar noise sama sekali. Begitu damai. Begitu menenangkan.

Todd menduga, keheningan itu disebabkan oleh spackle, penduduk asli planet yang disebut manusia sebagai New World. Tapi bukankah spackle sudah lama punah?

Saat mereka pulang, dan Ben dan Cillian, kedua ayah angkat Todd, mengetahui soal keheningan itu. Mereka sontak meminta, atau lebih tepatnya menyuruh, Todd meninggalkan Prentisstown.

Tapi kenapa, apa salah Todd hingga dia mesti meninggalkan tempat kelahirannya, tempatnya tumbuh selama 12 tahun terakhir ini, satu-satunya tempat yang tersisa di New World setelah perang besar antar manusia dan spackle?

Ben dan Cillian tidak menyalahkan Todd. Mereka melakukannya demi agar Todd tetap aman.

Todd butuh penjelasan. Tapi tak ada waktu untuk itu. Ben mengatakan semua penjelasannya ada pada buku peninggalan ibu kandung Todd.

Buku itu membuat Todd terkejut. Masalahnya sudah sejak lama buku dimusnahkan dari Prentisstown. Berbarengan dengan hal itu, sekolah juga dihapuskan dari kota itu. Sehingga, yang seharusnya Todd bisa langsung mengetahui mengenai apa yang membuatnya mesti keluar dari Prentisstown, tidak bisa dia lakukan karena dia... Belum bisa baca dan tulis!

Dalam pelariannya, Todd menemukan bahwa titik hening itu ternyata seorang gadis. Gadis yang datang dari Old World yang pesawatnya mengalami kecelakaan. Gadis yang ditugaskan untuk mencari tahu apakah planet tempat tinggal Todd tempat yang layak huni bagi manusia.

Gadis yang memiliki nama Viola.

Viola mendapati planet ini tak layak huni. Dia dikejar-kejar oleh lelaki yang berprofesi sebagai pendeta di Prentisstown. Namun, pesawatnya yang hancur lebur tidak dapat menghubungi teman-temannya yang berada di luar angkasa. Dia mesti menemukan menara komunikasi.

Todd dan Viola dan Manchee. Bersama-sama mereka lari. Menuju Haven. Kota yang mungkin akan menyelamatkan mereka dari kejaran pria-pria Prentisstown.

Citarasa The Knife of Never Letting Go

Pertama tahu soal karya Mr. Ness ini dari review teman di goodreads. Dan penuh dengan sop iler kalau aku boleh menambahkan.

Dan The Knife of Never Letting Go tidak mengecewakanku. Kerennya persis seperti yang dibilang oleh si teman di goodreads!

Cuman, karena aku sudah tahu bakal ada yang terjadi dengan salah satu tokoh yang berlari, aku sudah mengantipasinya. Sehingga reaksiku tidak sama dengan teman-temanku itu.

The Knife of Never Letting Go memang menjanjikan adegan penuh aksi yang sangat intens. Lari, dikejar, berpacu dengan waktu, sembunyi, bahkan... Bunuh-bunuhan. Tapi ajaibnya, meski ada adegan membunuhnya, buku ini masih kid's friendly. Atau tepatnya teen's friendly. Bahkan kalimat umpatan saja dibikin sopan.

Ada yang unik di The Knife of Never Letting Go. Yakni penulisan kalimatnya yang disesuaikan dengan pakem oral orang Inggris. Jadi kata-kata yang biasanya berakhiran "-tion" seperti attention, di novel ini ditulis attenshun, dan seterusnya.

Yang unik lainnya, dalam menggambarkan noise. Dengan kata-kata yang saling tumpang-tindih saking ramainya.

Untuk karakter, akan mudah sekali dalam menyukai Ben dan Manchee. Cillian yang mengingatkanku pada Rosa dari The Book Thief. Mudah juga membenci Davy Prentiss Jr. [Anak kandung Mayor Prentiss] yang tak kenal lelah mengejar Todd dan Viola dengan kudanya. Tapi butuh beberapa kejadian dulu untukku menyukai Todd dan Viola. Untuk yang lainnya, cukup oke. Tidak meninggalkan kesan suka mau pun benci yang mendalam. Apalagi Mayor Prentiss, si tokoh antagonis yang bahkan hanya muncul sekilas-sekilas.

Kisahnya sendiri, hnn, seperti yang aku bilang tadi, penuh aksi yang sangat cocok dengan kisah yang digandrungi pembaca masa kini. Tapi untungnya tidak sampai seperti sinetron kayak buku dystopia yang ini. di balik petualangan itu, ada hal yang lebih dalam lagi. Karakter Manchee, si anjing yang bisa bicara, pintar, dan setia... Dia, well, dia... ah, kalian mesti membacanya bukunya sendiri. Karakter Aaron, si pendeta tangguh dari Prentisstown yang mengejar-ngejar Todd dan Viola dengan tujuan yang mulia menurut versinya [yang menurutku juga tidak salah], jahat tapi selalu sebal dengan kata umpatan. Lalu hubungan Ben dan Cillian yang memang sangat dalam, tapi tak pernah dibuat gamplang oleh sang penulis. Dan masih banyak lagi. Termasuk masalah pilihan dan tumbuh dewasa yang tidak pernah mudah dihadapi dan bahwa kita butuh seseorang [salah satunya aku #eh] dalam menghadapi segala hal dan bahwa harapan itu bisa menjadi hal terbaik yang dimiliki tapi bisa juga menjelma menjadi hal terburuk hingga dirimu tak berharap pernah dilahirkan.

Overall, The Knife of Never Letting Go buku yang sangat keren! Kata orang, buku ini lebih keren dari The Hunger Games. Dan aku setuju soal itu, selama menyangkut bagian aksinya. Dan bila kalian mencari buku yang dari awal menyuguhkan aksi, buku ini sangat aku rekomendasikan. Oh ya, jangan menanyakan soal romens ya. Buku ini... Karena buku anak-anak, maka romensnya ya, romens ala anak-anak. Yang sudah sangat puas hanya berada di dekat seseorang yang mereka suka.

P.S.
[1] Buku ini aku dapatkan dari GA yang diadakan Linny's Literature. Thanks Linny for your wonderfull GA!

[2] Cover terbitan Walker ini, baik dari sisi desain mau pun bahannya, jauh lebih keren dibanding dari versi Candlewick Press [dua buku sekuelnya yang aku miliki terbitan penerbit ini].

[3] Kalian pasti penasaran, apa sih yang buat Todd sebegitu spesialnya hingga dikejar oleh penduduk satu kota? Apakah karena statusnya sebagai bocah terakhir di muka New World? Ataukah karena dia menemukan Viola? Ataukah yang sebenarnya dikejar itu Viola bukan Todd? Atau karena Todd punya kemampuan spesial? Atau malah karena Todd cowok lemah? Kalian boleh penasaran soal ini, dan mesti membaca The Knife of Never Letting Go sesegera mungkin untuk memuaskan rasa penasaran kalian itu. Tapi aku bisa jamin, Todd hanyalah bocah biasa dan dari keturunan biasa juga.

[4] Aku sengaja men-spoiler soal Viola itu. Guna mensinkronkannya dengan review dua buku sekuelnya. Biar kalian yang belum baca buku ini, dan belum juga mencaritahu lebih lanjut soal buku ini, nggak mengerutkan kening siapa itu Viola, sebab sejak awal cewek itu punya peran yang sangat penting.

[5] Denger-denger buku ini akan diadaptasi ke layar lebar.


Posting ini diikutkan dalam Reading Challenge::
| | |

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!