Gadis Pantai


gadis-pantai 

Gadis Pantai

Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Tebal: 272 halaman
Cetakan: Februari 2010
Genre: historical romance, Indonesia Literature
Stew Score: Sweet!

Sececap Gadis Pantai

Gadis Pantai lahir dan tumbuh di sebuah kampung nelayan di Rembang, Jawa Tengah. Cukup manis untuk memikat hati seorang pembesar santri setempat; seorang Jawa yang bekerja pada administrasi Belanda. Dia diambil sebagai gundik dan menjadi Mas Nganten: perempuan yang melayani kebutuhan seks pembesar samapai kemudia Pembesar tersebut memutuskan untuk menikah dengan perempuan yang sederajat dengannya.

Mulanya perkawinan tersebut memberi prestise baginya di kampung halamannya. Ia naik derajat menjadi Bendoro Putri. Tapi itu tak berlangsung lama. Ia terperosok kembali ke tanah. Orang Jawa yang telah memilikinya, tega membuangnya setelah ia melahirkan seorang bayi perempuan.

Roman ini menusuk foedalisme Jawa tepat di jantungnya yang paling dalam!

courtesy Goodreads.com

Citarasa Gadis Pantai

Sama halnya seperti Hara-Shibu-Bara, aku mendapatkan Gadis Pantai ini dari Tika, narablog Edensordreamer. Gadis Pantai ini adalah hadiah utama dari giveaway yang diadakan olehnya–dalam rangka memeriahkan ulang tahun (komunitas) Blogger Buku Indonesia yang pertama.

Gadis Pantai dibagi menjadi empat bagian. Bagian satu, bagian yang mungkin akan dianggap membosankan, pengenalan para tokohnya dan beberapa flashback. Bagian dua dan tiga, bagian yang membuatku lumayan berdebar-debar. Faktanya, sikap Gadis Pantai membuatku tercengang-cengang. Bagian keempat, apa perlu aku katakan lagi? Oke, bila kalian memaksa…

Bagian terseru dari novel berjudul Gadis Pantai ! Aku tidak menyangka kisah ini akan berkembang seperti itu!

Sayang beribu sayang, novel ini ternyata planningnya dibikin trilogi. Tapi, ya, buku ini hanya dibikin buku stand-alone. Untuk tahu alasannya, kalian jangan melewatkan kata pengantar dari penerbitnya.

Meski aku jadi tahu sedikit banyak sejarah Indonesia melalui novel bersetting zaman penjajahan Belanda ini, ada satu ketidaknikmatan yang menjegalku: bahasa. Ada beberapa kata yang, mungkin karena telah tua atau jarang digunakan, tidak aku pahami. Tapi bukan masalah besar sih, tanpa perlu membuka kamus, aku bisa langsung tahu arti kata itu. Semisal: matari (matahari).

Susunan kalimatnya juga nggak seperti susunan kalimat bahasa Indonesia saat ini. Aku sih nggak heran sih. Secara settingnya memang bukan saat ini.

Gadis Pantai adalah karya Opa Pram pertama yang aku baca. Dan ya, dari buku ini aku nggak mempertanyakan lagi kenapa namanya sering masuk nominasi nobel sastra. Kekuatan novel ini, menurutku, bukan hanya pada settingnya yang terasa sangat nyata, tapi karakter Gadis Pantai yang mudah sekali disukai tapi sekaligus mudah dibenci.

Berani baca? Tapi jangan kaget ya ketika tahu beberapa fakta soal orang Jawa di zaman penjajahan Belanda ya.

0 comments:

Posting Komentar

 

I'm part of...

Follower

Hey, Jun!